Memperkuat Gerakan Lanskap Berkelanjutan melalui Jurnalisme Berbasis Solusi dan Data

Yayasan Hutan Tropis (YHT), yang berafiliasi dengan Earthworm Foundation sebagai pelaksana program di Indonesia, adalah organisasi nirlaba yang berfokus pada peningkatan tata guna lahan berkelanjutan dan konservasi hutan, sekaligus mendukung penghidupan masyarakat. Earthworm Foundation memiliki pengalaman internasional lebih dari 25 tahun dalam mentransformasi rantai pasok di lima benua. YHT–Earthworm bekerja sama dengan komunitas, pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat sipil untuk mengurangi dampak bahan baku terhadap manusia dan lingkungan. Di Indonesia, kegiatan kami mencakup Aceh, Riau, Kalimantan Timur, dan Jawa Barat.

Di Provinsi Aceh, program lanskap kami berfokus pada pengembangan dan penerapan solusi praktis jangka panjang yang menyeimbangkan perlindungan lingkungan dengan kebutuhan sosial-ekonomi. Aceh merupakan rumah bagi Ekosistem Leuser dengan keanekaragaman hayati yang kaya, yang sering disebut sebagai “Tempat Terakhir di Bumi”. Leuser adalah satu-satunya tempat di dunia di mana orangutan, harimau, gajah, dan badak masih dapat ditemukan hidup berdampingan. Ekosistem Leuser juga menjadi rumah bagi sebagian hutan hujan tropis tua terakhir di dunia serta area gambut yang luas, yang berperan penting sebagai penyerap karbon.

Terdapat berbagai tantangan di Lanskap Aceh yang membutuhkan aksi kolektif. Earthworm-YHT berupaya memanfaatkan hubungan yang sudah terbangun dengan perusahaan multinasional yang memperoleh bahan baku dari wilayah tersebut. Perusahaan-perusahaan ini dapat menjadi pendorong yang sangat efektif dalam mendorong para pemasok untuk mengubah praktik penggunaan lahan serta mendukung komunitas pedesaan dalam mengidentifikasi sumber penghidupan alternatif.

Program Lanskap Aceh kini mendekati tahap akhir, dan akan berlanjut pada fase berikutnya dengan pendekatan integrasi komitmen rantai pasok yang sedang dibentuk. Sepanjang pelaksanaannya, program ini telah menunjukkan dampak nyata melalui kolaborasi multi-pemangku kepentingan, antara lain :

  • 3 Rencana Aksi Kolektif yang telah diimplementasikan di tingkat kabupaten/kota, melibatkan 20 pemangku kepentingan di Subulussalam, Aceh Singkil, dan Aceh Selatan. Selain itu, pertimbangan NDPE telah secara formal dimasukkan dalam rencana tata ruang, pembuatan kebijakan, dan implementasi di tingkat kabupaten/kota.
  • Total seluas 74.422,95 hektare telah dikomitmenkan untuk perlindungan melalui Perencanaan Tata Guna Lahan Partisipatif (PLUP), termasuk 26.224 hektare hutan yang dilindungi oleh 12 peraturan desa. Sebanyak 28 desa telah difasilitasi dalam proses PLUP. Selain itu, 10.075 hektare di dalam 38 konsesi juga terlindungi. Total 48.745 bibit telah ditanam di area seluas 274,05 hektare, dan 11 Organisasi Berbasis Komunitas (CBO) dari 11 desa telah menerapkan kegiatan perlindungan hutan.
    Lebih dari 60 pemangku kepentingan terlibat dalam kegiatan pengelolaan hutan.
  • Area seluas 74.422,95 hektar telah disetujui untuk dilindungi melalui Perencanaan Penggunaan Lahan Partisipatif (PLUP), termasuk 26.224 hektar hutan yang dilindungi melalui 12 peraturan desa.
  • Sebanyak 28 desa telah difasilitasi untuk melakukan PLUP. Selain itu, 10.075 hektar di dalam 38 konsesi juga dilindungi.
  • Sebanyak 48.745 bibit telah ditanam di area seluas 274,05 hektar, dan 11 Organisasi Berbasis Masyarakat dari 11 desa telah mengimplementasikan aksi perlindungan hutan. Lebih dari 60 pemangku kepentingan terlibat dalam kegiatan pengelolaan hutan.
  • Sebanyak 1.273 petani telah terlatih mengenai praktik pertanian yang baik untuk kelapa sawit. Tiga unit bisnis petani telah didirikan sebagai upaya penghidupan alternatif, dan 410 petani menerima bantuan teknis terkait diversifikasi mata pencaharian.
  • Sebanyak 40 desa telah terlibat melalui pemetaan partisipatif dan studi hak atas tanah (PM-LTS). Lima konflik antara komunitas dan perusahaan sedang difasilitasi untuk resolusi.
  • Sebanyak 2.248 pekerja di 6 perusahaan mengalami perbaikan kondisi kerja.

Hasil-hasil ini menunjukkan bahwa pendekatan kolaboratif berbasis lanskap mampu mendorong kemajuan dalam melindungi hutan, memperkuat komunitas, dan mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam rantai pasok. Namun, seiring dengan berakhirnya program, penting untuk memastikan bahwa pelajaran dan suara dari lapangan tidak hilang.
Tidak hanya capaian kualitatif, tetapi juga kisah dampak dari komunitas sangatlah penting. Penyebaran cerita-cerita ini secara luas dapat menginspirasi komitmen berkelanjutan, replikasi solusi, serta penerapan pendekatan lanskap yang lebih luas di Indonesia dan di berbagai kawasan lainnya.

Di sinilah jurnalisme solusi dan jurnalisme berbasis data berperan penting. Jurnalisme solusi melampaui peliputan masalah dengan menyoroti praktik dan pendekatan yang berhasil, memberikan harapan berbasis bukti serta model untuk direplikasi. Jurnalisme berbasis data memperkuat cerita-cerita ini dengan fakta dan tren, sehingga menambah kredibilitas dan kekuatan persuasif. Keduanya dapat memperkuat suara komunitas, menyoroti inovasi, serta mendorong tindakan kolektif dan perubahan sistemik yang dibutuhkan untuk mewujudkan lanskap berkelanjutan.

Maka dari itu, YHT–Earthworm Foundation bermaksud untuk berkolaborasi dengan organisasi media, jurnalis, dan kanal independen sebagai pemangku kepentingan penting dalam aksi kolektif ini. Peran media sangat krusial dalam memperkuat suara komunitas, menyoroti solusi, dan mendorong kebijakan yang mendukung. Melalui kolaborasi ini, kisah-kisah transformasi dari Lanskap Aceh dapat menjangkau audiens yang lebih luas, memberi masukan bagi pengambil keputusan, serta memperkuat gerakan menuju lanskap berkelanjutan di Aceh dan di berbagai wilayah lainnya.

Kolaborasi ini bertujuan untuk mendukung para jurnalis, termasuk perwakilan media independen, pemengaruh, atau Key Opinion Leaders (KOL), untuk terlibat dalam jurnalisme solusi serta meningkatkan kesadaran mengenai pendekatan lanskap untuk keberlanjutan.

Melalui inisiatif ini, para jurnalis, media independen, dan pemengaruh/KOL akan :

  • Meningkatkan kapasitas mereka dalam jurnalisme solusi dan jurnalisme berbasis data melalui sesi pengarahan dan pelatihan sebelum kunjungan lapangan.
  • Mengikuti kunjungan lapangan ke Lanskap Aceh untuk memperoleh pemahaman langsung tentang tantangan keberlanjutan dan solusi lokal yang diterapkan.
  • Menghasilkan cerita yang berdampak, yang memperkuat suara komunitas dan menyoroti pendekatan berbasis lanskap dalam menyeimbangkan manusia, alam, dan ekonomi.

Organisasi terpilih akan bertanggung jawab untuk :

Merancang dan memfasilitasi program fellowship, berupa pelatihan dan sesi berbagi informasi mengenai metodologi jurnalisme solusi dan jurnalisme berbasis data, dengan materi yang mencakup tantangan lanskap Aceh, inisiatif utama Earthworm–YHT, para pemangku kepentingan, isu rantai pasok, serta konteks lingkungan dan sosial.

  • Mengkoordinasikan dan mengelola partisipasi jurnalis terpilih, media independen, serta pemengaruh/KOL, termasuk proses penjajakan dan seleksi. Partisipasi afirmatif juga didorong untuk memastikan jangkauan dan distribusi cerita yang efektif.
  • Mengatur seluruh kebutuhan perjalanan, akomodasi, konsumsi, dan logistik di lapangan bagi peserta terpilih selama kunjungan ke Lanskap Aceh tempat Earthworm–YHT bekerja, melalui koordinasi erat dengan tim.
  • Memastikan aspek keselamatan, pertimbangan etika, serta sensitivitas budaya selama kegiatan lapangan.
  • Mendokumentasikan kunjungan, seperti daftar peserta, foto/video, serta pelacakan publikasi media.
  • Mendukung pekerjaan pasca kunjungan: membantu memastikan peserta dapat menghasilkan cerita mereka (artikel, multimedia, dll.), termasuk kemungkinan pendampingan atau tinjauan editorial sesuai kebutuhan, bekerja sama dengan tim Earthworm–YHT.

Organisasi diharapkan untuk menghasilkan :

  1. Kerangka Acuan, agenda, materi pelatihan, dan laporan kegiatan untuk pendekatan jurnalisme berbasis data dan jurnalisme solusi.
  2. Daftar akhir peserta terpilih, lengkap dengan biografi singkat dan afiliasi media.
  3. Rencana perjalanan, akomodasi, dan logistik untuk kunjungan lapangan.
  4. Laporan pasca kunjungan yang merangkum:
    • Rangkaian kegiatan selama pelatihan dan kunjungan lapangan.
    • Pengamatan utama dan cerita yang teridentifikasi.
    • Umpan balik dari peserta
    • Hasil publikasi media yang telah atau sedang diproduksi (misalnya artikel, esai foto, video).
KegiatanTanggal
Publikasi permintaan proposal26 November 2025
Batas waktu pengiriman proposal1 Desember 2025
Pemberitahuan organisasi terpilih5 Desember 2025
Sesi Pelatihan dan seleksi8 – 31 Desember 2025
Kunjungan lapangan5-16 Januari 2026
Produksi hasil liputan19 – 31 Januari 2026
Batas waktu pengiriman laporan akhir31 Januari 2026

Tanggal dapat berubah; namun proposal harus mengikuti kerangkat waktu indikatif di atas.

Organisasi yang tertarik mengirimkan proposal harus Menyusun anggaran tidak lebih dari Rp 100.000.000 untuk komponen pembiayaan :

  • Honorarium pelatih/fasilitator untuk sesi pengarahan/pelatihan.
  • Pengaturan perjalanan (transportasi ke/dari Aceh, transportasi lokal di Aceh). Kunjungan lapangan akan dilakukan ke Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Singkil dengan estimasi durasi 2 hari — satu hari di Kota Subulussalam dan satu hari di Kabupaten Aceh Singkil.
  • Akomodasi, konsumsi, dan uang harian (per diem) bagi peserta selama pelatihan dan kunjungan lapangan.
  • Biaya logistik (perizinan, penerjemahan jika diperlukan, perlengkapan keselamatan, dan lain-lain).
  • Biaya komunikasi, koordinasi, manajemen, dan pelaporan.

Program ini terbuka untuk :

  • Organisasi nirlaba, jaringan/asosiasi jurnalis, organisasi media, atau praktisi media independen yang memiliki pengalaman dalam pelatihan jurnalisme atau pembangunan kapasitas media.
  • Pelamar yang menunjukkan pemahaman tentang isu lanskap di Aceh atau memiliki pengetahuan praktis terkait tema lingkungan, sosial, dan rantai pasok.
  • Entitas yang memiliki kapasitas koordinasi yang baik dan kemampuan menyelenggarakan logistik lapangan, lebih diutamakan yang berpengalaman bekerja di wilayah pedesaan, pinggiran hutan, atau lanskap.
  • Kesediaan untuk memastikan partisipasi yang inklusif (beragam gender, jenis media, termasuk media informal atau independen).

Proposal harus memuat :

  • Profil organisasi dan pengalaman yang relevan.
  • Proposal teknis: pendekatan/metodologi, lini masa, rancangan pelatihan, pengaturan kunjungan lapangan, bagaimana produksi cerita akan difasilitasi pasca kunjungan, serta daftar indikatif peserta
  • Proposal finansial: anggaran terperinci sesuai uraian di atas.
  • CV atau daftar personel kunci yang terlibat.
  • Contoh pekerjaan relevan dalam jurnalisme solusi, peliputan lingkungan, atau karya serupa.

Kirim proposal ke : k.trisnowati@earthworm.org dan s.putri@earthworm.org
Subjek email : RFP – Amplifying Voices for Sustainable Landscapes

Proposal akan dinilai berdasarkan :

KriteriaBobot
Relevansi pengalaman dalam pelatihan jurnalisme/media, terutama jurnalisme solusi30%
Pemahaman tentang konteks lanskap Aceh, isu rantai pasok kelapa sawit, serta pendekatan/metodologi yang diusulkan25%
Inklusivitas (keragaman media, pemilihan peserta/fellow, keterwakilan media independen dan pemengaruh/KOL) serta kualitas rencana output media pasca kunjungan20%
Efektivitas biaya dan realisme anggaran15%
Kelayakan dan kejelasan lini masa serta rencana logistik10%